Dianjurkan untuk melakukan I’tikaf. Hal ini tidak dilakukan kecuali didalam masjid tempat sholat berjamaah. Lebih diutamakan masjid jami’,...
Dianjurkan untuk melakukan I’tikaf. Hal ini tidak dilakukan kecuali didalam masjid tempat sholat berjamaah. Lebih diutamakan masjid jami’, bila I’tikaf dilakukan pada hari-hari jum’at.
I’tikaf boleh (sah) dilakukan tanpa
berpuasa, tetapi akan lebih utama jika disertai puasa. Sebab, hal itu
akan lebih memfokuskan himmah (maksud) dan lebih membantu mengekang
nafsu. Ini lebih sesuai dengan asal katanya.
I’tikaf
merupakan pengekangan nafsu ditempat tertentu, menetapi sesuatu, dan
bersikap terus menerus (mudawamah). Sebagaimana Allah berfirman, “
Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?” (QS.
Al-Anbiya’: 21;52)
I’tikaf
merupakan salah satu sunah yang diwariskan Nabi Muhammad SAW. Dan para
sahabatnya. Sebab Nabi Muhammad SAW., beri’tikaf pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadlan dan senantiasa melakukan itu hingga Allah
mewafatkannya.
Para
sahabat menyunahkan hal itu, dengan berkata, “barangsiapa yang ingin
melihat beri’tikaf, hendaklah beri’tikah pada sepuluh terakhir di bulan
Ramadlan.” (riwayat yang menyebutkan tentang I’tikaf Nabi SAW., pada
akhir bulan adalah hadits Aisyah Ra., “Bahwa Nabi SAW., beri’tikaf pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan.” *HR. Bukhori,3/62,63, Muslim pada
bab Al-I’tikaf, hadits (1,5), Ahmad 5/141.)
Selama
I’tikaf seyogianya menyibukan diri dengan perbuata-perbuatan yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah SWT., seperti membaca Al-qur’an, membaca
Tasbih, Tahlil,Takbir, dan bertafakkur, serta menjauhi semua perbuatan
maupun omongan yang tidak berguna. Memilih diam selain berdzikir kepada
Allah SWT.
Di perbolehkan
juga mengkaji dan membaca Al-Qur’an. Yang demikian ini kemanfaatannya
dapat juga dirasakan oleh orang lain. Ini lebih besar pahalanya daripada
orang yang hanya menyibukkan diri dengan dirinya saja.
Dalam
beri’tikaf juga diperbolehkan keluar dari tempat i’tikaf jika ada
hal-hal yang mengharuskannya, seperti mandi, jinabat, makan dan minum,
memenuhi hajat seperti buang air besar atau kecil, atau ketika ia merasa
khawatir terjadinya fitnah, terserang sakit yang parah atau yang lain. (Al-Gunyah Li Thalibi Thariq Al-Haq Azza Wa Jala, Syaekh Abd. Qadir Al-Jailani)
KOMENTAR