Foto:Nation RamahNUsantara, Jakarta - Suatu ketika, pada Mei 2012, berlangsung rapat Perencanaan Penerbitan Majalah Realita Haj...
RamahNUsantara, Jakarta - Suatu ketika, pada Mei 2012, berlangsung
rapat Perencanaan Penerbitan Majalah Realita Haji edisi Juni 2012.
Hadir dalam rapat itu, salah seorang staf
Humas Kemenag.
Sesaat sebelum rapat dimulai, staf Humas
tersebut bercerita di depan peserta rapat, kalau Discovery Channel Indonesia
mengajukan surat permohonan kepada Menteri Agama untuk membuat Film Haji yang
akan disiarkan secara internasional.
“Mereka
hanya minta porsi atau seat keberangkatannya menuju Tanah Suci Makkah. Untuk
kebutuhan transportasi, akomodasi dan biaya lainnya, mereka siapkan sendiri”, katanya. “Tetapi
Menteri Agama (Surya Dharma Ali) tidak merespon”, tambahnya.
Ternyata, peserta rapat yang sebagian besar
staf dan pejabat Ditjen PHU tidak merespon sama sekali info itu.
Saya, diam-diam mencatat info itu sebagai
info yang sangat menarik. Karena, selama ini Kasubdit Bimjah (Bimbingan Jamaah)
Direktorat Pembinaan Haji, sangat membutuhkan Film Haji untuk bimbingan manasik
haji.
Sehingga, bagi jemaah calon haji bisa
mempelejari penyelenggaraan ibadah haji dengan menonton film tersebut. Maklum,
masyarakat kita pada umumnya, malas untuk membaca Buku Bimbingan Manasik Haji
Indonesia yang sangat tebal. Kalau nonton sinetron atau film, sangat senang.
Itulah sebabnya, bimbingan manasik haji harus dibikin dalam bentuk film.
Usai rapat, saya kontak teman Sutradara Film
dan Sinetron, Suharisto Mulyo yang akrab dipanggil Aris. Saya ajak ketemu.
Rupanya dia sedang sibuk di ruang editing film di bilangan Kelapa Gading,
Jakarta Utara.
“Oke,
kita ketemu. Kalau bisa loe ke sini, biar tahu kantor baru gue,” jawabnya.
Malam itu saya pun meluncur ke Kelapa Gading
dari Kantor Kemenag di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Tak sampai setengah jam, saya ketemu Aris.
Saya ceritakan adanya surat dari Discovery Channel ke Menteri Agama tadi.
“Gini,
kataku lebih lanjut, Kasubdit Bimjah udah lama ingin bikin Film Haji untuk
bimbingan manasik haji, cuma,
mereka tidak ada anggarannya,” kataku.
Aris hanya manggut-manggut. “Oke, gak masalah. Kita cari
produsernya. Ini ide menarik. Saya kira produser tertarik untuk membiayainya.
Film Manasik Haji ini kan sangat diperlukan para jemaah calon haji. Mereka
tidak suka membaca manasik haji seperti selama ini. Mereka cukup menonton
langsung proses menunaikan ibadah haji,”
katanya, penuh semangat.
“Saya
ada produser. Insya Allah dia mau,”
tambahnya, penuh optimisme.
“Kalau
gitu, siapkan proposalnya. Nanti kita menghadap langsung Direktur Pembinaan
Haji, Pak Kartono,”
kataku.
“Oke.
Loe yang bikin surat permohonannya sebagai pengantar,” pintanya.
Malam itu juga saya bikin surat permohonan
kepada Dirjen PHU, Slamet Riyanto. Tidak sampai setengah jam, surat itu selesai
dan saya serahkan kepada Aris. “Tolong
dikoreksi, nanti sama proposalnya kita bawa menghadap Pak Kartono. Selanjutnya
kita sama-sama menghadap Pak Dirjen,”
kataku, ingin cepat pulang. Karena waktu sudah dini hari.
“Terus
kapan kita bisa menghadap pak Direktur,” tanya Aris sebelum kami berpisah.
“Kalau
proposalnya udah siap, kita langsung ketemu pak Kartono,” kataku kemudian.
Esoknya kami ketemu lagi. Aris bilang, kalau
udah bicara dengan calon produsernya. “Dia
mau. Tapi dia ingin ketemu dengan pejabat berwenang di Kemenag,” katanya.
Saya bilang, oke tidak masalah. “Kapan kita mau menghadap
beliau. Sekarang, insya Allah siap,”
kataku.
Aris pun setuju. “Ntar gue panggil calon
produsennya,” katanya seraya menuju ke ruangan produsernya. “Ini
Mas Imam, calon produser film kita. Ini Mas Bahar yang punya ide bikin film bimbingan
manasik haji,” kata
Aris seraya mengajak kami rapat.
“Sekarang
kita bahas rencana pembuatan film itu,” tambahnya.
Akhirnya, kami bertiga membahas ide tersebut.
Setelah kami saling memahami, kemudian kami sepakat untuk membuat film
tersebut. “Kalau
bisa sekarang kita ke Kemenag. Kita bicarakan masalah dengan pejabat berwenang,” usul Aris.
Saya bilang, oke aja. “Ntar saya kontak Kasubdit Bimjah,
pak Asnawi Muhammadiyah,” kataku.
Saya mengontaknya. Ternyata, sang Kasubdit
bersedia menerima kami. “Silahkan
dinda. Kanda tunggu di kantor,” jawabnya.
Maka, kami pun langsung menuju ke Kemenag di
Lapangan Banteng dari Kelapa Gading, tempat kami berkumpul. “Kita ditunggu Kasubdit
Bimjah di Kemenag,”
kataku
Akhirnya, kami langsung menuju Kemenag
bertiga. “Sorry
Kanda, agak lambat. Biasa, Jakarta macet. Kalau tidak macet, bukan Jakarta,” kataku bercanda. Kanda
adalah panggilan akrab Asnawi Muhammadiyah. Dia pun memanggil kami yang muda,
dengan panggilan dinda.
KOMENTAR