RamahNUsantara, Jakarta - Sepanjang tahun 2017, banyak dai atau penceramah yang ditolak di beberapa daerah di Indonesia. Mereka tid...
RamahNUsantara, Jakarta - Sepanjang tahun 2017, banyak dai atau penceramah yang ditolak di beberapa daerah di Indonesia. Mereka tidak diterima karena berbagai alasan. Mulai dari dakwahnya tidak sesuai dengan nilai-nilai Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengafirkan kelompok yang lainnya, hingga dakwah yang mengusung ide khilafah.
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mewanti-wanti para dai atau penceramah agar lebih hati-hati dalam menyampaikan ceramahnya mengingat ada banyak paham keagamaan di Indonesia. Jika hal itu diabaikan, maka antara satu kelompok Islam dengan yang lainnya akan saling menuduh sesat dan bisa menyebabkan perpecahan di tengah-tengah umat.
“Jangan sampai ada ceramah yang berpotensi memecah persatuan dan merusak NKRI,” kata Kiai Cholil, Selasa (2/1) malam.
Di sisi lain, Kiai Cholil berharap penegak dan batasan hukum bisa dipertegas untuk mengukur kesesuaian ceramah seorang dai atau penceramah dengan konstitusi Indonesia. Baginya, sesuai atau bertentangan sebuah ceramah dengan konstitusi Indonesia tidak bisa diukur berdasarkan pada perasaan semata.
“Di sinilah diperlukan ketegasan batasan hukum dan penegak hukum,” tegasnya.
Ia menyadari, seiring dengan meningkatkan keagamaan di Indonesia maka para dai atau ustadz memiliki peran penting dan tak terhindarkan bagi masyarakat. Ceramah-ceramah mereka senantiasa ditunggu umat. Agar tidak terjadi lagi penolakan dai atau penceramah di tahun ini, Kiai Cholil menghimbau kepada para dai untuk memahami Islam dengan wawasan nasionalisme ala Indonesia.
“Bagi para da’i harus menyadari tentang pentingnya memahami Islam wasathi (moderat) dengan wawasan nasionalisme,” tukasnya. (NU Online)
KOMENTAR