Foto : TekadW RamahNUsantara, Jakarta,- Konsekuensi iman dalam Islam bersifat visi jauh kedepan menembus dimensi materi dunia menuju k...
Foto : TekadW |
RamahNUsantara, Jakarta,- Konsekuensi iman dalam
Islam bersifat visi jauh kedepan menembus dimensi materi dunia menuju kekekalan.
Keabadian di akhirat tergambar dalam dahsyatnya siksa hidup di neraka, dan
nikmat luar biasa tak terehingga hidup di surga. Tentu sebagai manusia beriman
kita ingin meraih kabahagian di akhirat. Kehidupan fana di dunia sekalipun
penuh fatamorgana, jangan mempengaruhi visi manusia beriman. Kita harus pandai
menginvestasikan karunia yang Allah berikan, ke model usaha yang memiliki
prospek menuju sukses bahagia di kehidupan kekal kelak, dikehidupan yang
sesungguhnya. Jangan kita terbuai dengan fenomena hubbuddunnya, karena
hal ini memiliki dampak layaknya khamr, memabukkan, memiliki dampak ekspresi
mendalam dan berlebihan. Bayangannya (fatamorgana) masuk melalui telinga, mata,
penciuman, kulit atau indra kita, sehingga mempengaruhi jiwa (nafs), dan itu
semua sangat di pengaruhi oleh hembusan syaitan musuh nyata manusia.
Kebahagiaan dan
kesengsaraan hidup di dunia janganlah kita ukur dengan materi dunia. Tapi
ukurannya harus berorientasi iman. Alat kesabaran dan rasa syukur yang Allah
pancarkan ke dalam jiwa manusia harus benar-benar difahami, dilatih, dihayati,
sehingga setiap bayang-bayang dunia yang hendak menghijab visi ukhrawi kita tersibak,
menipis, menyingkir dan hilang dalam pandangan mata bathin kita. Karena fahami
dan yakinilah sabar dan syukur adalah bagian dari NurIlahi (asmaul husna)
milik-Nya.
Bahagia adalah hak manusia beriman, karena semua yang fana sirna
oleh cahaya kecintaan kepada-Nya dan rindunya akan kampung akhirat yang
merasuk, “nyurup” dalam jiwa (qalbu) terpancar kedalam setiap langkah dan detik
kehidupannnya di dunia.
“Nyurupnya” iman dalam
hati akan menghadirkan pribadi yang bermanfaat dalam kehidupan dunia, karena
manusia hadir sebagai khalifah fil ardh (pemimpin di dunia) bermanfaat
untuk sesama, bermakna setiap langkahnya.
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barang siapa beriman kepada
Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau sebaiknya diam. Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya. Dan
barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tamunya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika
seseorang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir, ia harus membuktikan
keimanannya tersebut dalam kehidupan nyata. Pertama, berkata hal-hal yang baik
dan kalau tidak bisa maka sebaiknya diam. Orang yang beriman kepada Allah
semestinya selalu sadar bahwa setiap perkataan yang keluar dari lisannya tidak
pernah luput dari pantauan Allah SWT, baik isi maupun motif mengapa perkataan
itu muncul.
Sementara
keimanan pada hari akhir akan membuat orang itu sadar bahwa setiap perkataan
yang keluar dari lisannya akan dimintai pertanggungjawabannya nanti di akhirat.
Sehingga, keimanan kepada Allah dan hari akhir akan membuat seseorang
berhati-hati dalam berbicara karena merasa dipantau oleh Allah dan merasa bahwa
semua perkataannya itu akan dimintai pertanggungjawaban nanti di akhirat.
Alhasil, orang itu akan selalu berkata baik dan meninggalkan perkataan yang
buruk.
Kedua,
memuliakan tetangga. Memuliakan artinya, di samping tidak menyakiti juga
menghormati atau memuliakan para tetangga, yaitu orang-orang yang ada di
sekitar tempat tinggalnya. Hal ini juga termasuk bukti keimanan seseorang
kepada Allah dan hari akhir.
Orang
yang beriman kepada Allah akan merasa bahwa semua perkataan, sikap, dan
perbuatan yang ia tujukan kepada para tetangganya tidak pernah lepas dari
perhitungan Allah, dan juga tidak akan pernah sia-sia karena di akhirat nanti
akan ada balasannya.
Ketiga,
memuliakan tamu. Tamu adalah setiap orang yang datang berkunjung ke rumah kita,
baik karena hubungan famili, pertemanan, bertetangga, maupun orang asing yang
hendak bersilaturahim ke rumah kita.
Ketika
ada orang bersilaturahim ke rumah kita, setidaknya mereka telah mengurangi
kesempatan kita untuk bersua dengan keluarga, mengurangi waktu istirahat kita,
bahkan bisa mengusik ketenangan kita. Oleh karena itu, tuan rumah yang bisa
mengorbankan itu semua dan memuliakan orang yang datang ke rumahnya, menjadi
bukti keimanannya kepada Allah dan hari akhir.
Foto : suyudLhakim |
Jangan kamu sibuk dengan segala sesuatu yang sudah dijamin
oleh Allah, sibukanlah dirimu dengan apa yang telah diperintahkan Allah. Karena
jika kamu sibuk dengan berbagai urusan dunia dan fasilitasnya, maka dirimu akan
lupa dengan kewjibanmu mengabdi sebagai hamba-Nya. Allah tidak akan lupa
menyediakan fasilitas sesuai kebutuhanmu di dunia, sedangkan kamu tidak boleh
lupa melaksanakan segala perintah dan larangan yang telah dicontohkan oleh
Rasul-Nya.
Hakikat orang yang kaya atau berkecukupan ialah orang yang
dapat merasakan lezatnya iman, mempunyai sifat Qana'ah (menerima apa
adanya) adalah salah satunya. Hati yang qana'ah selalu tenteram dalam
menghadapi semua persoalan hidup, baik dalam bentuk ujian penderitaan atau
berlimpah nikmat. Jika sedang menghadapi ujian dan cobaan, maka langsung
berlindung hanya pada Allah dan jika sedang berlimpah kenikmatan tidak akan
lupa bersyukur dan sujud hanya pada Allah karena hakikatnya semua dari-Nya dan
milik-Nya. Hatinya tidak terpengaruh oleh situasi apapun yang ada
disekelilingnya, tenang dan damai menuju kepada Allah Swt. InsyaAllah …
KOMENTAR