Syekh Abdul Qodir Jailani, lahir di Jilan pada tahun 470 Hijriyyah. Tahun 478 H pergi dari Jilan ke kota Baghdad untuk belajar Fiqih I...
Syekh Abdul Qodir Jailani, lahir di Jilan pada tahun 470 Hijriyyah. Tahun 478 H pergi dari Jilan ke kota Baghdad untuk belajar Fiqih Islam Madzab Hambaliyyah serta mengikuti jalan para sufi.
Pada tahun 521 H Syekh Abdul Qodir Jailani menjadi da’i dan mulai terkenal. Sejak itu pula Syekh Abdul Qodir Jailani berpakaian ulama’ dan tarikatnya mulai meluas ke berbagai kawasan Islam seperti Yemen, Syria, Mesir, kemudian tersebar sampai ke India, Turkey, Africa, Asia, Indonesia dan menjadi tarikat yang besar. Tariqat Qodiriyyah sampai sekarang tetap diikuti berjuta-juta orang di seluruh dunia. Syekh Abdul Qodir Jailani meninggal pada tahun 561 H dan di makamkan di Baghdad, Iraq. karya-karya Syekh Abdul Qodir Jailani : Tafsir Al Jilani, al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, Futuhul Ghaib, Al-Fath ar-Rabbani, Jala’ al-Khawathir, Sirr al-Asrar, Asror Al Asror, Malfuzhat, Khamsata “Asyara Maktuban, Ar Rasael, Ad Diwaan, Sholawat wal Aurod, Yawaqitul Hikam, Jalaa al khotir, Amrul muhkam, Usul as Sabaa, Mukhtasar ulumuddin
Pada tahun 521 H Syekh Abdul Qodir Jailani menjadi da’i dan mulai terkenal. Sejak itu pula Syekh Abdul Qodir Jailani berpakaian ulama’ dan tarikatnya mulai meluas ke berbagai kawasan Islam seperti Yemen, Syria, Mesir, kemudian tersebar sampai ke India, Turkey, Africa, Asia, Indonesia dan menjadi tarikat yang besar. Tariqat Qodiriyyah sampai sekarang tetap diikuti berjuta-juta orang di seluruh dunia. Syekh Abdul Qodir Jailani meninggal pada tahun 561 H dan di makamkan di Baghdad, Iraq. karya-karya Syekh Abdul Qodir Jailani : Tafsir Al Jilani, al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, Futuhul Ghaib, Al-Fath ar-Rabbani, Jala’ al-Khawathir, Sirr al-Asrar, Asror Al Asror, Malfuzhat, Khamsata “Asyara Maktuban, Ar Rasael, Ad Diwaan, Sholawat wal Aurod, Yawaqitul Hikam, Jalaa al khotir, Amrul muhkam, Usul as Sabaa, Mukhtasar ulumuddin
Syekh
Abdul Qodir Jailani seorang faqih yang menguasai ushul fiqh dan fiqh ,
dan mengaitkan tasawuf dengan al-Qur’an maupun sunnah Nabi Muhammad.
Mengenai hal ini Ibnu Taymiyyah memuji Syekh Abdul Qodir Jailani, “…. Selama Anda masih memelihara diri Anda sendiri, maka anda masih terhalang dari Tuhan anda,” dan ucapan lagi,
“Tanda cinta kepada akhirat adalah sikap asketis terhadap terhadap
hal-hal duniawi. Dan tanda cinta kepada Allah adalah ketidak butuhan
terhadap hal-hal selain-Nya.”
Mengenai al-Hallaj, Syekh Abdul Qodir Jailani, ber kata: “Husain al-Hallaj telah keliru. Akibatnya, pada jamannya tidak ada yang menyambut tangannya.”
Syekh
Abdul Qodir Jailani berkata, “Aku melihat Rasulallah SAW sebelum
dzuhur, beliau berkata kepadaku, “anakku, mengapa engkau tidak
berbicara?”. Aku menjawab, “Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini
berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?”. Ia berkata, “buka
mulutmu”. Lalu, beliau meludah 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata,
“bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan
yang baik”. Setelah itu, aku salat dzuhur dan duduk serta mendapati
jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar.
Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, “buka mulutmu”. Ia
lalu meludah 6 kali ke dalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya
mengapa beliau tidak meludah 7 kali seperti yang dilakukan Rasulallah
SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat
beliau kepada Rasulallah SAW. Kemudian, aku berkata, “Pikiran, sang
penyelam yang mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati,
mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian
dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk
diangkat”. Ia kemudian menyitir, “Dan untuk wanita seperti Laila,
seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan
sebagai sesuatu yang manis.”
Dalam
beberapa riwayat didapatkan bahwa Syekh Abdul Qodir Jailani berkata,
“Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri,
“kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang”. Aku pun ke Baghdad dan
menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan
karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka”. “Sesungguhnya” kata
suara tersebut, “Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan
dirimu”. “Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku”
tanyaku. “Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan
agamamu” jawab suara itu.
Suatu
ketika, saat Syekh Abdul Qodir Jailani berceramah Syekh Abdul Qodir
Jailani melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi Syekh Abdul
Qodir Jailani. “Apa ini dan ada apa?” tanya Syekh Abdul Qodir Jailani.
“Rasulullah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat” jawab
sebuah suara. “Sinar tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam
kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu, aku melihat
Rasulullah SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku,
“Wahai Abdul Qadir”. Begitu gembiranya aku dengan kedatangan Rasulullah
SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Ia meludah ke dalam
mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meludah ke dalam mulutku 3 kali.
“Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulallah SAW?”
tanyaku kepadanya. “Sebagai rasa hormatku kepada Rasalullah SAW” jawab
beliau.
Rasulullah
SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepada Syekh Abdul Qodir
Jailani. “apa ini?” tanya Syekh Abdul Qodir Jailani. “Ini” jawab
Rasulallah, “adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang
yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian”. Setelah itu, Syekh
Abdul Qodir Jailani pun tercerahkan dan mulai berceramah.
Syekh
Abdul Qodir Jailani mengungkapkan, “Saat Nabi Khidir As. Datang hendak
mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah
membukakan rahasianya dan apa yang akan dikatakannya kepadaku. Aku
berkata kepadanya, “Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku,
“Engkau tidak akan sabar kepadaku”, aku akan berkata kepadamu, “Engkau
tidak akan sabar kepadaku”. “Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan
Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, inilah aku dan engkau.
Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan
yang ini ar Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang
terhunus.”
Mengenai Tarikat Qodiriyyah, Sheikh ‘Ali ibn Hiti berkata, ” Tarikatnya adalah tauhid semata, disertai kehadiran dalam sikap sebagai seorang hamba Tuhan.” sedangkan ‘Addi ibn Musafir berkata pula, “Tarikarnya
adalah kepasrahan pada alur-alur ketentuan Tuhan denganpersepakatan
kalbu dan ruh, penyatuan batin dan lahir, dan penyucian diri dari
tabiat-tabiat jiwa.”( Syekh Abdul Qodir Jailani )
KOMENTAR