RamahNUsantara, - Didalam thoriqoh ada yang disebut Talqinudz-Dzikr, yakni pendiktean kalimat dzikir La ilaaha illallah dengan lisa...
RamahNUsantara, - Didalam thoriqoh ada yang disebut Talqinudz-Dzikr, yakni pendiktean kalimat dzikir La ilaaha illallah dengan lisan (diucapkan) atau pendiktean Ismudz-Dzat lafadz Allah secara bathiniyah dari seorang guru mursyid kepada muridnya.
Dalam melaksanakan
dzikir thoriqoh seseorang harus mempunyai sanad (ikatan) yang mutasil
(bersambung) dari guru mursyidnya yang terus bersambung sampai kepada
Rasulullah SAW. Penisbatan (pengakuan adanya hubungan) seorang murid dengan
guru mursyidnya hanya bisa melalui Talqin dan Taâlim dari seorang guru yang
telah memperoleh izin untuk memberikan ijazah yang sah yang bersandar sampai
kepada guru mursyid Shohibuth Thoriqoh, yang terus bersambung sampai kepada
rasulullah SAW.
Didalam mentalqin dzikir, seorang guru
mursyid dapat melakukan kepada jama’ah (banyak orang) atau kepada perorangan.
Hal ini didasarkan pada riwayat Imam Ahmad dan Imam Thabrani yang menerangkan
bahwa Rasulullah SAW. telah mentalqin para sahabatnya, baik secara berjama’ah
atau perorangan.
Adapun talqin Nabi SAW. kepada para
sahabatnya secara jama’ah sebagaimana diriwayatkan dari Sidad bin Aus RA
”Ketika kami (para sahabat) berada dihadapan Nabi SAW, beliau bertanya:
"Adakah diantara kalian orang asing ”(maksud beliau adalah ahli kitab),
aku menjawab: ”Tidak!” Maka beliau menyuruh menutup pintu, lalu
berkata:”Angkatlah tangan-tangan kalian dan ucapkanlah La ilaaha illallah!
”Kemudian Beliau melanjutkan :”Alhamdulillah, ya Allah sesungguhnya Engkau
mengutusku dengan kalimat ini (La ilaaha illallah), Engkau perintahkan aku
dengannya dan Engkau janjikan aku surga karenanya. Dan Engkau sungguh tidak
akan mengingkari janji. ” Lalu beliau berkata: ”Ingat! Berbahagialah kalian,
karena sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian.”
Sedangkan talqin Beliau kepada
sahabatnya secara perorangan adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Yusuf
Al-Kirwaniy dengan sanad yang shahih bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib
karamallahu wajhah pernah memohon kepada Nabi SAW : ”Ya Rasulullah,
tunjukkanlah aku jalan yang paling dekat kepada Allah, yang paling mudah bagi
hambanya dan yang paling utama disisi-Nya! ” Maka Beliau menjawab: ” Sesuatu
yang paling utama yang aku ucapkan dan para nabi sebelumku adalah La ilaaha
illallah. Seandainya tujuh langit dan tujuh bumi berada diatas daun timbangan
dan La ilaaha illallah berada diatas daun timbangan yang satunya, maka akan
lebih beratlah ia (La ilaaha illallah), ” lalu lanjut beliau: ”Wahai Ali,
kiamat belum akan terjadi selama di muka bumi ini masih ada orang yang
mengucapkan kata Allah.” Kemudian sahabat Ali berkata: ” Ya Rasulullah,
bagaimana aku berdzikir menyebut nama Allah? ”Beliau menjawab: ”Pejamkan kedua
matamu dan dengarkan dariku tiga kali, lalu tirukan tiga kali dan aku akan
mendengarkannya. ”Kemudian Nabi SAW mengucapakn La ilaaha illallah tigakali
dengan memejamkan kedua mata dan mengeraskan suara beliau, lalu sahabat Ali
bergantian mengucapkan La ilaaha illallah seperti itu dan Nabi SAW
mendengarkannya. Inilah dasar talqin dzikir jahri (La ilaaha illallah).
Adapun talqin dzikir qolbi yakni dengan hati tanpa mengerakkan lisan dengan itsbat tanpa nafi, dengan lafadz ismudz-dzat (Allah) yang diperintahkan Nabi SAW dengan sabdanya :”Qul Allah Tsumma dzarhum” (Katakanlah, ”Allah” lalu biarkan mereka), adalah dinisbatkan kepada Ash-Shiddiq Al-A’dhom (Abu Bakar Ash-Shiddiq RA) yang mengambilnya secara batin dari Al-Musthofa SAW. Inilah dzikir yang bergaung mantap dihati Abu Bakar RA. Nabi SAW bersabda: ”Abu Bakar mengungguli kalian bukan karena banyaknya puasa dan shalat, tetapi karena sesuatu yang bergaung mantap didalam hatinya. ” Inilah dasar talqin dzikir sirri.
Semua aliran thoriqoh bercabang dari
dua penisbatan ini, yakni nisbat kepada sayyidina Ali Karamallahu wajhah untuk
dzikir jahri dan nisbat kepada sayyidina Abu Bakar RA untuk dzikir sirri. Maka
kedua Beliau inilah sumber utama dan melalui keduanya pertolongan Ar-Rahman
datang.
Nabi SAW mentalqin kalimah Thoyibah
ini kepada para sahabat Radliallah ‘anhum untuk membersihkan hati mereka dan
mensucikan jiwa mereka, seta menghubungkan mereka kehadirat Ilahiyyah (Allah)
dan kebahagiaan yang suci murni.Akan tetapi pembersihan dan pensucian dengan
kalimah thoyibah ini atau Asma-asma Allah yang lainnya itu, tidak akan berhasil
kecuali si pelaku dzikir menerima talqin dari Syaikhnya yang alim, amil, kamil,
fahim, terhadap makna Alqur’an dan syari’at, mahir dalam hadits atau sunnah dan
cerdas dalam aqidah dan ilmu kalam, dimana syaikhnya tersebut juga telah
menerima talqin kalimah thoyyibah tersebut dari syaikhnya yang terus bersambung
dari syaikhnya yang agung yang satu dari syaikh agung yang lainnya sampai
kepada Rasulullah SAW.
KOMENTAR