Foto: numojokerto.or.id (27/09/17) RamahNUsantara, Jakarta , - Menyampaikan harapan dan tujuan untuk keberhasilan pada masa yang aka...
Foto: numojokerto.or.id (27/09/17) |
RamahNUsantara, Jakarta, - Menyampaikan harapan
dan tujuan untuk keberhasilan pada masa yang akan datang, sering
ditunjukkan dengan berbagai macam cara. Belakangan ini banyak sekali orang yang
menyampaikan aspirasi, baik perorangan maupun kelompok menyampaikan harapan dan
tujuannya (aspirasi) agar kepentingannya dapat terwujud, didengar oleh banyak
orang, atau ditujukan kepada institusi tertentu, misalnya pemerintah.
Ada yang menulis opini, surat terbuka, audiensi, gerak di
jalanan, bahkan dengan cara doa di parlemen dan melalui ibadah bersama.
Sebenarnya menyampaikan aspirasi adalah hak dan keharusan untuk menemukan
format yang terbaik dalam kontek berbangsa dan bernegara. Dan penyampaian
aspirasi yang terbuka itu bagian dari jalan dan mekanisme demokrasi yang sah.
(KH. Cholil Nafis)
Nabi Muhammad SAW sebagai qudwah hasanah (teladan) telah memberikan solusi terbaik bagi umatnya
untuk berekspresi menyampaikan argumen, kritik maupun saran terhadap orang
lain. Tentu sebagai umat Muhammad kita selayaknya meniru dan mempraktikkan
keindahan akhlak yang telah Dicontohkan oleh beliau. Keindahan akhlak beliau
tentang etika menyampaikan pendapat bisa kita temukan dalam beberapa literatur
hadits. Salah satunya dalam sebuah hadits yang terdapat dalam Kitab Sahih
Muslim karya Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi
an-Naisaburi.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas ibn Malik tersebut dikisahkan seperti biasa, Nabi Muhammad SAW berjalan-jalan bersama para sahabat berkeliling Madinah. Di tengah perjalanan, Nabi bertemu dengan sekelompok kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma. Seketika melihat hal itu, Nabi memberikan tanggapan kepada para penduduk tersebut.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas ibn Malik tersebut dikisahkan seperti biasa, Nabi Muhammad SAW berjalan-jalan bersama para sahabat berkeliling Madinah. Di tengah perjalanan, Nabi bertemu dengan sekelompok kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma. Seketika melihat hal itu, Nabi memberikan tanggapan kepada para penduduk tersebut.
Saat memberikan tanggapan, Nabi tidak menggunakan kata-kata yang menyebutkan kepastian. Nabi menyampaikan: “Sekiranya mereka tidak melakukan hal itu, pohon kurma itu juga akan tumbuh baik”.
Karena yang mengatakan hal itu adalah seorang Nabi, maka masyarakat Madinah pun menaatinya dan akhirnya meninggalkan kebiasaan yang sudah dilakukan turun menurun. Selang beberapa waktu, ternyata pohon kurma yang biasanya tumbuh bagus tak sesuai dengan ekspektasi dan kebiasaan. Hingga akhirnya Nabi pun mengetahui bahwa usulannya kepada masyarakat Madinah tersebut malah membuat pohon kurma rusak dan tak tumbuh seperti biasanya. Dengan segala kerendahan hati, Nabi pun berkata kepada para kaum di Madinah tersebut. “Antum a’lamu bi amri dunyakum (kalian lebih mengetahui urusan tersebut).”
Dari kisah Nabi Muhammad dan kaum Madinah
tersebut setidaknya ada beberapa poin yang bisa kita jadikan pelajaran dan
contoh agar kita bisa menyampaikan pendapat secara etis. (nu.or.id)
Pertama, berikanlah kritik, saran dan tanggapan dengan cara yang
baik.
Kedua,berpendapatlah sesuai kapasitas anda. Jika suatu
permasalahan yang anda tanggapi tidak merupakan bidang yang anda kuasai, maka
diam adalah hal yang terbaik.
Ketiga, sadarlah dan segera minta maaf apabila pendapat atau saran
kita ternyata tidak sesuai dengan permasalahan yang ada.
Beraspirasilah!, katakanlah dan salurkanlah sebegaimana mestinya
sebagai aspirasi. Jangan sampai aspirasi yang mulia itu menimbulkan hal yang
kontraproduktif, seperti ketertiban dan kelancaran usaha orang lain. Itulah
aspirasi yang menginginkan kondisi bangsa ini menjadi lebih baik dan lebih
tertata.
Aspirasi melalui ibadah pun sesuatu yang sah. Memanjatkan doa
adalah bagian dari aspirasi diri kepada Allah SWT. Untuk mendapatkan sesuatu
yang diinginkan dan kebaikan. Bagaimana dengan doa untuk kebaikan dan
kemaslahatan umum? Tentu inilah tanggung jawab kita sebagai manusia dan sebagai
muslim. Banyak beribadah untuk kebaikan diri dan yang lain.
Tetapi ibadah yang mulia itu jangan dinodai dengan muatan lain,
jangan sampai hawa nafsu mendominasi, syaitan menyusup, niat yang baik rusak
dengan aksi atau tindakan yang melanggar etika, atau bahkan hukum yang ada di
negeri ini.
Aspirasimu harus karena Allah Swt, ibadah karena pamer kepada
orang lain (riya’) tak ada nilai di hadapan Allah Swt. Begitu juga ibadah untuk
kepentingan sendiri dengan memobilisasi massa apalagi hanya untuk kepentingan
politik sesaat akan menghilangkan makna dan pahala ibadah. Hati ini bermohon
kiranya Allah Swt selalu melindungi lisan, fikir, gerak, aksi lahiriah kita sehingga
memberi manfaat, maslahat bagi pribadi, keluarga, umat dan negara di negeri
Indonesia tercinta. (slh-pdk.ranggon)
KOMENTAR