Foto: *(AJP) RamahNUsantara, Jakarta - Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan, "Sesungguhnya Kami telah menjelaskan dan mene...
Foto: *(AJP) |
RamahNUsantara, Jakarta - Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan, "Sesungguhnya Kami telah menjelaskan dan menerangkan di dalam Al-Qur'an ini berbagai perkara secara rinci, agar mereka tidak sesat dari perkara yang hak dan agar mereka tidak menyimpang dari jalan petunjuk. Akan tetapi, sekalipun dengan adanya keterangan dan penjelasan ini yang membedakan antara perkara yang hak dan perkara yang batil, manusia itu banyak membantah, suka menentang, dan bersikap oposisi terhadap perkara yang hak dengan mengikuti perkara yang batil, kecuali orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah memperlihatkan kepadanya jalan menuju keselamatan."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، أَنَّ حُسَيْنَ بْنَ عَلِيٍّ أَخْبَرَهُ، أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ أَخْبَرَهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَرَقَهُ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً، فَقَالَ: "أَلَا تُصَلِّيَانِ؟ " فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّمَا أَنْفُسُنَا بِيَدِ اللَّهِ، فَإِذَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَنَا بَعَثنا. فَانْصَرَفَ حِينَ قُلْتُ ذَلِكَ، وَلَمْ يَرْجع إِلَيَّ شَيْئًا، ثُمَّ سَمِعْتُهُ وَهُوَ مُوَلٍّ يَضْرِبُ فَخِذَهُ [وَيَقُولُ] {وَكَانَ الإنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلا}
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa `Ali bin Abi Thalib memberitahukan bahwa Rasulullah pernah mengetuk pintu rumahnya pada malam hari yang ketika itu ia bersama Fathimah binti Rasulullah seraya berkata: “Tidakkah kalian berdua mengerjakan shalat?” Lalu aku menjawab: “Ya Rasulullah, sesungguhnya jiwa kami berada di tangan Allah, jika Dia berkehendak untuk membangunkan kami, maka kami bangun.” Maka beliau pun kembali pada saat kukatakan hal itu kepadanya, sedang beliau sama sekali tidak melontarkan sepatah kata pun kepadaku. Kemudian ketika beliau membalikkan pungungnya sambil menepuk pahanya, beliau membacakan: وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا [wa kaanal insaanu aktsara syai-in jadalan] (“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak menibantah.”) Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain.
Firman Allah Ta'ala,
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ ۚ وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا
“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam al-Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (QS. Al-Kahfi: 54) [Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Kahfi : 54]
QS. Al-Hadid ayat 22 Allah berfirman:
ما أصاب من مصيبة في الأرض ولا في أنفسكم إلا في كتاب من قبل أن نبرأها إن ذلك على الله يسير
"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. Al-Hadid : 22)
Muhammad Tahir bin Asyur dalam kitab tafsirnya At-Tahrir wa At-Tanwir, hlm. XXVII/410 menafsiri kalimat "ما أصاب ... إلا في كتاب من قبل أن نبرأها sebagai berikut:
ما أصاب من مصيبة في الأرض كائنة في حال إلا في حال كونها مكتوبة في كتاب ، أي : مثبتة فيه . والكتاب : مجاز عن علم الله تعالى
"Tiada suatu musibah di bumi yang terjadi dalam suatu keadaan kecuali saat terjadinya itu ditetapkan dalam kitab yakni ditetapkan. Sedangkan makna kitab itu sendiri adalah kiasan dari pengetahuan (ilm) Allah." (Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir, hlm. XXVII/410).
Ilmu Allah yang mengetahui atas segala sesuatu yang akan terjadi di alam semesta tidak menafikan ijtihad (usaha) manusia dalam berusaha, bekerja dan melakukan sebab (usaha). Pada waktu yang sama, melakukan usaha tidak meniadakan taqdir. Usaha itu sendiri adalah bagian dari taqdir. Oleh karena itu, ketika Nabi Muhammad ditanya tentang obat dan sebab apakah dapat menolak taqdir Allah? Nabi menjawab: "Ia termasuk dari takdir Allah." (hadits hasan riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi).
Bahwasanya taqdir itu merupakan perkara ghaib yg tertutup bagi kita. Kita tidak tahu taqdir sesuatu kecuali setelah terjadi. Adapun sebelum terjadi, maka kita diperintah untuk mengikuti proses alam, dan petunjuk syariah untuk memelihara kebaikan dunia akhirat. Dari sini maka kita harus melakukan sebab sebagaimana yg dilakukan oleh sosok individu paling kuat imannya pada qadha dan qadar Allah yaitu Rasulullah. Wallahu alam
والله الموفق الى أقوم الطريق
Penulis:
KH. Asimun Mas'ud
LTN NU Jaktim🙏🏼🙏🏼🙏🏼🙏🏼
KOMENTAR