RamahNUsantara, Malang - Kita baru saja menyaksikan perhelatan akbar dunia yang terjadi setahun sekali. Bulan Dzulhijjah menjadi bulan ...
RamahNUsantara, Malang - Kita baru saja menyaksikan perhelatan akbar dunia yang
terjadi setahun sekali. Bulan Dzulhijjah menjadi bulan kongres akbar umat Islam
dunia. Gemuruh penyambutan seruan para hamba pilihan yang dipanggil Tuhannya
dan memiliki kemampuan mengarungi perjalanannya.
Labbaik allahumma labbaik! Mereka memenuhi panggilan Allah
Swt. Labbaika laa syariikalaka labbaik. Mereka nyatakan tiada sekutu
bagi Nya. Innal hamda wannikmata laka wal mulk laa syariikalak. Mereka
akui pujian dan seluruh nikmat itu hanya milik Nya semata, dan kerajaan
miliknya serta tiada sekutu bagi Nya.
Ini adalah untaian kata kesaksian iman mereka kepada Allah
Swt. Kehadiran mereka di Ka’bah adalah manifestasi kecintaan dan penghambaan
mereka. Dalam ritual agama mana lagi selain Islam, yang dapat kita saksikan
umat berkumpul di satu tempat dan bergerak seirama, sehati dan sekata? Haji
adalah pementasan indah partisipasi jutaan manusia untuk membuktikan
penghambaan mereka dan juga merupakan gambaran kecil dari umat besar bertauhid.
Seluruh urusan ada di tangan Allah Swt Yang Maha Bijaksana.
Segala sesuatu di alam semesta ini berdasarkan hikmah dalam rahasia yang hanya
diketahui Allah Swt. Ajaran dan ketentuan agama diatur sedemikian rupa sehingga
membimbing manusia menuju kesempurnaan. Dapat dikatakan bahwa semua ajaran
agama dari pandangan secara menyeluruh dan komprehensif, adalah sarana bagi
perjalanan transendental menuju kesempurnaan dan juga sebagai pagar agar tidak
terjerumus dalam kelalaian dan kekhilafan.
Berdasarkan ayat-ayat al-Quran, puncak tujuan penciptaan
adalah ibadah. Hubungan manusia dengan Allah Swt akan kokoh melalui ibadah,
yang juga akan meningkatkan kualitas jiwa dan spiritualnya. Haji adalah sebuah
ibadah yang akan memposisikan manusia dalam sebuah proses perubahan batin. Akan
tetapi, proses perubahan batin yang jauh dari kesombongan dan pamrih itu, tidak
dalam kesendirian melainkan dalam sebuah gerakan agung dan seirama. Dengan
demikian seorang hujjaj, merasakan keterikatan batin yang sangat kuat dengan
saudara-saudaranya dalam proses tersebut.
Manasik haji, adalah penitian jejak kehidupan
manusia-manusia besar seperti Nabi Ibrahim dan Ismail as. Nabi Ibrahim as telah
sepenuhnya menyerahkan diri di hadapan kehendak Allah Swt dan telah mencabut
ikatan duniawi yang paling dalam dari hatinya, yaitu kecintaan pada anaknya.
Hakikat di balik kisah Nabi Ibrahim as adalah pengorbanan seluruh keterikatan
dan ketergantungan di jalan Allah. Para hujjaj secara simbolik juga
melaksanakannya dalam manasik haji.
Mereka meninggalkan keluarga, rumah dan tanah air mereka
menuju tanah Mekkah. Mereka bersabar dari kerinduan untuk keluarga sebagai
ujian untuk melepas diri dari seluruh ketergantungan dan keterikatan duniawi.
Melepaskan semua beban yang memberatkan langkah manusia, akan semakin membuka
jalan mencapai Allah Swt. Jika para hujjaj membuang seluruh pesona selain Allah
Swt dari hati mereka, maka mereka telah semakin dekat dalam memahami makna
sejati haji.
Manasik haji sedemikin rupa sehingga dalam setiap
tahapannya, akan tercipta perubahan dalam batin manusia. Para hujjaj yang pada
awalnya mengenakan baju dengan berbagai warna, harus menggantinya dengan busana
putih sederhana bernama ihram. Busana sederhana tersebut, menanggalkan seluruh
atribut yang menjadi tanda nilai unggul dan status seseorang. Ihram
menanggalkan semua jabatan, posisi, kekayaan bahkan asal usul etnis. Semua
atribut manusia ditanggalkan dengan busana Ihram sehingga hanya satu nama yang
tepat bagi seluruh pemakai Ihram yaitu “hamba”.
Hujjaj kemudian memulai bertawaf. Dengan gerakan perlahan
dan berkesinambungan, mereka mengelilingi Ka’bah. Semua mengelilingi poros
Tauhid dengan ritme gerakan khusus. Salah satu kapasitas besar agama ini adalah
kemampuan mengumpulkan kekuatan manusia sebesar ini di sebuah tempat dan
mengerahkannya menuju satu tujuan. Para pelaksana tawaf bergerak sesuai
ketentuan yang telah ditetapkan dan Ka’bah adalah jantung dunia Islam yang
berdetak, menjadi poros gerakan agung itu.
Dalam kongres agung ini, para hujjaj akan menyaksikan sebuah
fenomena baru hidup mereka. Para hujjaj harus menjauhkan diri mereka dari
permusuhan, perang, upaya untuk mencapai keunggulan dan dominasi serta tidak
membiarkan dirinya melanggar hak-hak orang lain. Para peziarah rumah Allah,
akan berbagi pengalaman spiritualitas tersebut dengan saudara-saudaranya. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa hujjaj adalah pembawa pesan perdamaian dan
persahabatan untuk seluruh umat manusia serta menyampaikannya kepada seluruh
dunia. Pesannya adalah, selama uang, kekuatan, supremasi dan imperialisme
menjadi tujuan dan poros politik para penguasa dunia, maka jalan untuk mencapai
perdamaian dan kebahagiaan dunia akan sangat sulit.
Apa yang akan membebaskan dunia sekarang dari kubangan
instabilitas dan kekerasan, adalah penghindaran egoisme dan ketamakan satu
kelompok atas kelompok lainnya. Caranya adalah dengan menghindari perspektif
dominatif dan menjadikan Allah Swt sebagai asas dalam hubungan individu dan
sosial. Manasik haji merupakan kesempatan bagi manusia untuk hadir dalam sebuah
nuansa damai dan menitinya bersama-sama dengan saudara seagama. Apa yang
disaksikan dari perkumpulan besar ini adalah perdamaian dan persahabatan. Para
hujjaj menginginkan ketenangan dan kenyamanan bagi semua orang bahkan mereka
menunjukkan kasih sayang untuk tumbuh-tumbuhan dan binatang (lambang alam
semesta).
Dalam kondisi ini, umat Islam dapat merasakan manfaat besar
haji di berbagai sektor budaya, sosial, ekonomi dan politik. Ini termasuk di
antara tujuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dalam haji. Sebagaimana
disebutkan dalam surat al-Haj ayat 27-28 yang artinya: “Dan berserulah kepada
manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan
berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru
yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya
mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang
Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian
daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang
sengsara dan fakir.”
Dengan demikian, kehendak Allah Swt adalah bahwa energi
terfokus ini bertujuan islah urusan masyarakat. Umat Muslim yang dalam kongres
akbar ini dapat bertukar pengalaman dengan saudaranya dari negeri yang lain,
maka dia telah dekat dengan makna dan tujuan sejati haji. Dengan harapan
kongres akbar umat Islam memperkokoh semangat solidaritas dan partisipasi lebih
besar mereka dalam perjuangan menghadapi kekuatan imperialis dan dukungan untuk
bangsa-bangsa tertindas.
Kini, detik-detik gradasi waktu bulan suci Dzulhijjah menuju bulan
suci Muharram terasa seakan ingin membangunkan mimpi panjang kita: ”sudahkah kebulatan
tekad menghadap Kiblat Suci memberi kemampuan dalam menyambut seruan hijrah
dari Ilahi Robbi?” (Fathurrohman)
KOMENTAR