Foto: HSN 2017 RamahNUsantara, Demak - Saat di tetapkan bahwa tanggal 22 oktober sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Joko wido...
Foto: HSN 2017 |
RamahNUsantara, Demak - Saat di tetapkan bahwa tanggal 22 oktober sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Joko widodo, terlintas di benak saya sebuah pertanyaan, kenapa bukan hari kiyai atau kenapa bukan hari ulama dan sebagainya.
Bukankah yang telah berjasa banyak pada negeri ini, bahkan tankeno winilang, tak dapat dihitung, adalah para ulama atau kiyai, santri hanya sendiko dawuh pada ulama.
Momentum yang dijadikan sebagai penondo hari santripun adalah dawuh engkang winulyo syaikh Hasyim Asy'ari.
Maka di sini harus dicari benang merahnya kenapa "hari santri".
Di desa kami ada dua tokoh sentral sebagai engkang hayeyoso desa, yang pertama adalah Nyai santri Serut dan Kiai Mojo.
Sebagaimana cerita yang saya dengar bahwa Nyai Santri serut yang bernama asli Nyai Seruni atau Nyai Rukmini adalah murid dari Kiai Mojo, namun karena kesetiaan Nyai Santri Serut dalam nderekke dan nyantrik yang senantiasa sam'an wa tha'atan pada Kyai Mojo, maka hak sebagai ingkang hayeyoso desa di serahkan pada Nyai Serut. dan beliau ngendiko: "Nggondo arum ning nggon sing wis arum". Harum semerbak di tempat yang sudah harum.
Begitulah sikap tawadlu' para priyagung, kyai terdahulu, yang tidak suka ujub dan tidak butuh gelar dan status.
Begitu juga kaitannya dengan hari santri ini, bukan karena kesembronoan santri hingga nglangkahi kyai. tapi ini benar-benar sebagai penanda jasa kyai yang di sematkan untuk para santri. maka kami para santri berat sekali memanggul beban berat status Hari Santri ini.
Penulis:
Tamami Rusdi
KOMENTAR