Halaqah Fikih Disabilitas yang diselenggarakan PSLD dan Pusat Studi Pesantren Universitas Brawijaya, di Hotel Savana Malang RamahNUsa...
Halaqah Fikih Disabilitas yang diselenggarakan PSLD dan Pusat Studi Pesantren Universitas Brawijaya, di Hotel Savana Malang |
RamahNUsantara, Malang - Isu-isu disabilitas selama ini tidak banyak dikaji dalam kerangka hukum syariah atau hukum negara. Komunitas difabel juga sering mengalami diskriminasi, dalam kebijakan negara maupun hak-hak asasi di ruang publik. Inilah yang mendorong Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) bekerjasama dengan Pusat Studi Pesantren Universitas Brawijaya Malang, menyelenggarakan "Halaqah Fikih Disabilitas" membahas masalah-masalah dalam isu disabilitas, pada Selasa-Kamis (19-21/12/17), di Hotel Savana, Malang, Jawa Timur.
Agenda ini, dihadiri oleh Prof. Moh. Bisri (Rektor Universitas Brawijaya), KH. Dr. Abdul Moqsith Ghozali (LBM PBNU), KH. Ahmad Nahdif (PP GP Ansor), Slamet Amex Thohari, Wahyu Sri Widodo (PSLD Universitas Brawijaya), beberapa kiai dan Gawagis Jawa Timur, serta akademisi dan komunitas disabel.
Dalam pembukaan, Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Moh. Bisri, mengungkapkan bahwa forum Bahstul Masail dan FGD ini penting sebagai landasan untuk mendorong kampanye akses bagi komunitas disable di kampus, maupun institusi lain. Prof. Bisri juga menginginkan agar hasil bahtsul masail dan FGD dapat disosialisasikan sebagai referensi bagi lintas institusi, ormas maupun NGO.
Slamet Thohari, Sekretaris PSLD Universitas Brawijaya, pada Kamis (21/12/2017) mengungkapkan pentingnya forum ini untuk membuka akses keadilan bagi komunitas disable. "Selama ini, komunitas disable belum mendapatkan akses keadilan dan hak-hak di ruang publik yang komprehensif. Masih banyak peraturan hukum dan rujukan syariah yang mendiskriminasi komunitas disable," ungkap Slamet, peneliti isu disabilitas dan dosen Universitas Brawijaya.
Dalam forum ini, KH. Abdul Moqsith Ghazali, mengungkapkan betapa Nahdlatul Ulama sudah mendorong agar komunitas disable mendapatkan perhatian dan akses hak-hak dari pemerintah, maupun publik. "Pada Munas Alim Ulama di NTB, November kemarin, menjadi bukti betapa isu disable menjadi bagian penting. Namun, harus ada pendalaman isu maupun perangkat hukum, agar masalah-masalah keagamaan yang selama ini menjadi keluhan kaum disable, dapat dirumuskan solusinya," ungkapnya.
Kiai Moqsith, dalam pembukaan bahtsul masail, menjelaskan tentang isu-isu yang melingkupi dalam kajian dan problem bagi komunitas difabel, juga konteks sosial yang melatarbelakangi. Selain itu, Kiai Moqsith juga menjelaskan informasi dan rekomendasi pembahasan bahtsul masail pada Munas Alim Ulama NU, terkait dengan isu disabilitas.
Halaqah Fiqih Disabilitas ini, terbagi dalam beberapa forum kecil, yang membahas ibadah, siyasah-jinayah, dan masalah-masalah keluarga dalam kerangka isu disabilitas. Rencananya, forum ini akan menghasilkan rekomendasi, baik kepada pemerintah, ormas, dan lembaga terkait, agar membuka akses bagi hak-hak komunitas difabel yang selama ini belum terfasilitasi, atau masih terdiskriminasi, baik di ruang publik maupun problem keseharian
Sebelum Halaqah ini, PSLD UB melakukan riset infrasrktur sosial dan fisik yang ramah bagi komunitas difabel. Riset ini diselenggarakan pada September-November 2017, dengan sasaran 75 masjid dan 300 responden di Tulungagung, Jombang dan Sampang. (*)
KOMENTAR