Foto: M Faizin RamahNUsantara, Bandarlampung - Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung KH. Khairuddin Tahmid menilai sekalipun benar dari sis...
Foto: M Faizin |
RamahNUsantara, Bandarlampung - Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung KH. Khairuddin Tahmid menilai sekalipun benar dari sisi kewenangan dan tugas pokok serta fungsi Mahkamah Konstitusi terkait putusan yang menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), namun hal tersebut memunculkan berbagai permasalahan keumatan.
"Harus diberi jalan keluar. Bisa dilakukan semisal dengan mengusulkan agar DPR dan Pemerintah untuk segera membuat revisi KUHP yang sudah tidak relevan lagi bagi bangsa dan umat Islam," kata Ketua Umum MUI Provinsi Lampung ini Senin (18/12) terkait menghangatnya polemik tersebut ditengah masyarakat.
Dosen Pasca Sarjana Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung ini juga berharap dalam revisi tersebut, seluruh pengambil kebijakan haruslah mengakomodir nilai-nilai agama dan budaya sebagai rambu-rambu penyusunan revisi tersebut.
Sementara itu terkait dengan solusi permasalahan LGBT yang hangat dibicarakan paska putusan MK ini, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI Provinsi Lampung Dr. Rudy Lukman menilai langkah yang terbaik untuk hal ini adalah membuat Undang-Undang Anti LGBT. Langkah ini bisa diusulkan dengan mendorong DPR untuk dapat merealisasikannya.
"RUU anti LGBT akan lebih efektif dibanding revisi KUHP yang secara sejarah tidak pernah selesai sejak tahun 60an sampai sekarang," tegas Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung ini.
Seperti diketahui polemik dimasyarakat menghangat, pasca putusan penolakan MK atas uji materi tentang kejahatan terhadap kesusilaan yang diajukan oleh Guru Besar IPB Euis Sunarti bersama beberapa elemen dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016.
Adapun pasal-pasal KUHP yang diajukan untuk uji materi adalah Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292. Dalam pasal 284, pemohon meminta tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan.
Untuk pasal 285, pemohon meminta MK menyatakan bahwa pemerkosaan mencakup semua kekerasan atau ancaman kekerasan untuk bersetubuh, baik yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan maupun yang dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki.
Untuk pasal 292, pemohon meminta dihapuskannya frasa "belum dewasa", sehingga semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, homoseksual haruslah dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa atau sudah dewasa. (Muhammad Faizin).
KOMENTAR