Foto: Ilustrasi RamahNUsantara, Yogyakarta - Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk. Maka oleh Mba...
RamahNUsantara, Yogyakarta - Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid.
Tidak masuk. Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. .
Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak
datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi
anjang-anjang……. , langsung deh, para ma'mum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari
situ.
Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama.
Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allahu Akbar ,
matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada
penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah,
ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah.
Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya
gedek-gedek, geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho,
sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di
ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaannya dilantunkan dengan keras, agar
ma'mum tahu apa yang sedang dibaca imam.
Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal
nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan
dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair:
kanjeng Nabi Muhammad, lahir ono ing Mekkah, dinone senen, rolas mulud tahun
gajah.
Inilah cara ulama-ulama dulu kala mengajarkan Islam, agar
masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang
banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil
‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi
rahmat bagi alam semesta.
Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda.
Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran
kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki
orang Jawa.
Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung.
Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut. Astaghfirullah, rabbal
baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih
lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya
Ahmadi dan Abdul Kadir.
Baca Sebelumnya >> nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana
Baca Selanjutnya >> Sultan Trenggono Tidak Sabaran: Menerapkan Islam Dengan Hukum, Tidak Dengan Budaya
KOMENTAR