Doc. min16jakarta-2018 “Kullukum ra’in, wa kullukum masulun an-ra’iyyatih (Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta...
“Kullukum ra’in, wa kullukum
masulun an-ra’iyyatih (Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban).”
(HR. Bukhari Muslim)
RamahNUsantara, Jakarta,- MAKNA ra‘in (pemimpin) dalam
hadits tersebut adalah “penjaga” dan “yang diberi amanah” atas bawahannya.
Rasulullah saw memerintahkan mereka untuk memberi nasehat kepada setiap orang
yang dipimpinnya dan memberi peringatan untuk tidak berkhianat. Imam Suyuti
mengatakan lafaz ra‘in (pemimpin) adalah setiap orang yang mengurusi
kepemimpinannya. Lebih lanjut ia mengatakan, “Setiap kamu adalah pemimpin” Artinya, penjaga yang terpercaya dengan kebaikan
tugas dan apa saja yang di bawah pengawasannya.
Rasulullah saw, dikenal sosok dan
figur pemimpin tak ada bandingannya di dunia ini. Ia menjadi uswatun
hasanah (contoh teladan) bagi semua orang, sehingga ia dicintai oleh umatnya
dan disegani oleh lawannya, disebabkan memiliki akhlak yang agung (QS.
al-Qalam: 4), lemah lembut, tidak kasar (QS. Ali Imran: 159). Kepemimpinan
Rasulullah saw, dikenal dengan empat ciri utama, yaitu: shiddiq (jujur), amanah
(dapat dipercaya dan dihandalkan), fathanah (cerdas berpengetahuan), dan
tabligh (berkomunikasi dan komunikatif). Sifat seperti ini telah pula diikuti
oleh penerusnya seperti Abubakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib.
Abubakar ash-Shiddiq, ketika baru
diangkat, ia mengatakan bahwa saya bukanlah orang yang terbaik di antara
kalian. Lebih lanjut ia mengingatkan kaumnya agar menaatinya kalau dia lurus,
dan mengingatkannya bila dia salah dalam memimpin. Hal yang sama dilakukan
khalifah Umar bin Khattab selesai di-bai’at rakyat dalam jabatannya. Umar
dikenal juga khalifah yang merakyat, ia tidak diam di rumah/istananya di
Madinah, tetapi selalu turun ke pelosok desa, melihat dan mendengar langsung
keluhan dan derita rakyatnya yang hidup miskin dan membutuhkan bantuan
pemerintah secara tepat dan cepat.
Sementara itu khalifah Umar bin
Abdul Aziz selesai di bai’ah umat Islam, sesampai di rumahnya dia menangis.
Ketika ditanya isterinya mengapa menangis, dia menjawab, “Saya takut kepada
Allah Swt, karena sebagai khalifah, kalau ada seorang saja rakyat yang mati
kelaparan, sayalah yang ditanya Tuhan.”
Imam al-Ghazali pernah mengatakan bahwa rusaknya negara adalah
karena rusaknya para penguasa, dan rusaknya para penguasa adalah karena
rusaknya para ulama, dan rusaknya para ulama adalah karena rusaknya para hakim.
Menurut kami rusaknya negara seperti diutarakan al-Ghazali
paling tidak karena tiga hal, yaitu: Pertama, tidak adanya kepemimpinan (krisis
kepemimpinan); Kedua, tidak adanya akhlak dan hati nurani (krisis akhlak), dan;
Ketiga, tidak adanya pelaksanaan hukum yang benar dan adil (homo homuni lupus).
Alasan ini sangat logis, karena semua kita memahami bahwa penguasa itu lambang
dari kepemimpinan, para ulama adalah lambang dari akhlak (akhlaqul karimah),
dan para hakim adalah lambang terlaksannya hukum yang benar dan adil.
(mang uyud-kutipan)
KOMENTAR