Foto: Ilustrasi RamahNUsantara, Jakarta - Mabadi llmu Tajwid Mulai dari Skala Makro (القراءات) Sampai ke Skala Mikro (التهاجي). O...
Foto: Ilustrasi |
RamahNUsantara, Jakarta - Mabadi llmu Tajwid Mulai dari Skala Makro (القراءات) Sampai ke Skala Mikro (التهاجي).
Oleh:
Drs.Nur Ali Al-Fatawiy
A. Muqadimah
Mabadi atau (مبادي) artinya: permulaan, yakni: permulaan pembahasan llmu Tajwid. Mabadinya dalam pembahasan llmu Tajwid kali ini adalah mulai dari skala makro seperti: (القراءات) sampai ke Skala Mikro seperti: (التهاجي).
Kata "skala" berasal dari bahasa Arab, syaklan (شكلا), artinya: bentukan. Skala makro adalah bentukan besar dan skala mikro adalah bentukan kecil.
Ilmu Tajwid dikatakan berasal dari skala makro, maksudnya tajwid itu bukan hanya berskala mikro tapi juga berskala makro, yang meliputi Qira'at Sab'a (القراءات السبع).
Adapun yang dimaksud Ilmu Tajwid sampai ke skala mikro adalah seperti llmu Tajwid yang meliputi: Qira'at 'Ashim, Riwayat Hafash, dan mengeja (التهاجي) ini adalah skala mikro yang paling akhir.
Mengenai hal ini akan dibahas: Qurra' Sab'ah (القراء السبعة) sebagai makronya ilmu tajwid, kemudian ilmu tajwid itu sendiri dan terakhir adalah mengeja (التهاجي) sebagai skala mikronya llmu Tajwid.
B. Qurra' Sab'ah dan Qiraa'at sab'a
Istilah Qurra' sab'ah atau (القراء السبعة), artinya para Qari' (para pembaca) yang sebagian memiliki qira'at berbeda bacaan satu dengan yang lain, jadi titik fokusnya kepada orangnya.
Ada juga jika ditinjau dari segi ucapannya, maka timbul qira'at yang tujuh, yakni: qiraa'at sab'a atau (القراءت السبع), artinya: tujuh bacaan, yakni: tujuh cara bacaan dari para qurra' yang tujuh tersebut, dimana satu sama lain adanya saling perbedaan bacanya.
Para Qurra' sab'ah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Nafi' bin Na'im, meninggal di Madinah tahun 109 H. Perawi-perawinya yang termasyhur ialah Qulum Abu Musa lsa bin Mina dan Warasy Abu Sa'id Usman bin Sa'id.
2) Abdullah bin 'Amir, meninggal di Syam tahun 118 H. Perawi-perawinya yang masyhur ialah Al-Bazzi Abdul Hasan Hamid bin Muhammad dan Qunbul Abu Umar Muhammad.
3) Abu Ma'bad Abdullah bin Katsir meninggal di Mekah tahun 120 H. Perawi-perawinya yang termasyuhur ialah Abu Bakar Syu'bah bin llyas dan Abu 'Amr Hafash bin Sulaiman.
4) Abu Bakar 'Ashim bin Abi An-Nujud, meninggal di Kufah tahun 127 H. Perawi-perawinya yang termasyhur ialah Abu Syu'bah bin llyas dan Abu 'Amar Hafash bin Sulaiman.
5) Abu 'Amr bin Al-'Ala, meninggal di Bashrah tahun 154 H. Perawi-perawinya yang termasyhur adalah Ad-Durawi, Abu 'Amr Hafas dan As-Susi Abu Syu'aib Shaleh bin Ziyad.
6) Abdul Hasan Ali bin Hamzah Al-Kisa'i, meninggal di Bashrah tahun 189 H. Perwai-perwinya yang termasyhur ialah Abdul Harits Al-Laits bin Khalid dan Ad-Durawi tersebut di atas.
7) Abu lmamah Hamzah bin Habib, meninggal tahun 216 H. Perawi-perawinya yang termasyhur ialah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam dan Abu lsa Khallad bin Khalid.
Adapun qira'at yang menjadi rujukan bagi mayoritas Muslim di lndonesia adalah no. 4, Qira'at 'Ashim, Abu Bakar 'Ashim bin Abi An-Nujud yang meninggal di Kufah 127 H, dengan salah satu rawinya adalah Hafash, Abu 'Amar Hafash bin Sulaiman itu.
C. Mengeja (التهاجي) sebagai skala mikro, sebelum belajar ilmu tajwid
Tajwid yang dipakai oleh mayoritas kaum muslimin lndonesia adalah llmu Tajwid Riwayat Hafash dari Qira'at 'Ashim. Artinya bahwa dari qiraat sab'a (Tujuh cara bacaan) yang berskala makro, mengerucut kepada satu llmu Tajwid Riwayat Hafash dari Qira'at Ashim itu.
Sebagai mana juga telah diketahui bahwa tajwid itu adalah suatu cabang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari, sebelum mempelajari llmu Qira'at Al-Qur'an. llmu Tajwid adalah pelajaran untuk memperbaiki bacaan Al-Qur'an. Ilmu Tajwid ini diajarkan sesudah pandai membaca huruf Arab dan telah dapat membaca Al-Qur'an sekedarnya.
Orang lslam minimal bisa baca Al-Qur'an dan untuk bisa bacanya itu, secara teori harus diawali dengan belajar mengeja, pernah terjadi seperti itu saat datangnya Syarif Nurullah alias Sang Sageri, kata lain untuk penyebutan bagi Sang Adik Kandung Sunan Gunung Jati itu masih di akhir-akhir abad ke-15.
Sebelum menikah dengan Ratu Rarakerta binti Sanghyang Wanagadati merta /Jatimerta yang oleh orang Portugis diistilahkan nama penguasa Sunda Kelapa itu dengan sebutan Samiam. Kemudian pada waktunya Ratu itu dirubah nama menjadi Ratu Rapi'ah usai dinikah oleh Sang Sageri.
Lama sebelum menikah dengan Rarakerta putri dari Raja Samiam Penguasa Sunda Kelapa, maka sang Sageri ini berdakwah diawali dengan cara mengeja huruf-huruf Al-Qur'an, baik kepada anak-anak bangsawan maupun kepada rakyat jelata.
Sebagai mana Abul Aswad Ad-Duwali, telah membuat fathah dengan titik di atas huruf, kasrah dengan titik di bawah huruf, dhummah dengan titik di atas kiri huruf, dan lain-lain.
Syarif Nurullah, yang pada waktunya kemudian bergelar Sultan Narajil (B.Arab Mesirnya: Naragil), artinya adalah Sultan Sunda Kelapa /Jayakarta dan Sang Sultan ini punya kreasi lain untuk mengajarkan Al-Qur'an bagi pemula, kreasi tersebut adalah yang kemudian dikenal dengan ejaan ala Jayakarta.
Seperti itulah kalau berbicara tentang nama sang Sultan Narajil/Naragil, atau Sultan Sunda Kelapa itu, namun orang-orang pribumi di pulau Jawa menyingkat namanya itu bukan dengan Naragil tapi dengan sebutan Taragil (ditulis, sulTAn RAGIL-red), artinya: Sultan Adik, atau bahasa Arabnya: Sang Sageri, yakni: Sang Adik kandungnya Sunan Gunung Jati, yang makamnya di Jatinegara Kaum itu.
Sejak semasa hidupnya, Sang Adik alias Sang Sageri ini, kalau mengajar ngaji kepada pemula dengan cara dieja lebih dahulu. Ketika orang Portugis, Fernao MP bertemu dengannya, dan Portugis itu sudah mengetahuinya sebagai Sultan, dan akhirnya menyebut Taragil itu dengan sebutan: Tagaril king of Sunda (Kelapa).
Kemudian budaya cara mengeja Al-Qur'an ala Jayakarta ini terus dilanjut oleh keturunannya, para Pangeran Jayakarta, maka seterusnya kepada pemula mereka mengajar Al-Qur'an, dengan cara itu juga dan budaya itu terus berjalan hingga tahun 1963 M, bertepatan dengan wafatnya seorang Alim, bernama Guru Yahya bin H. Muslim Al-Fatawiy, yang wafat sedang shalat Maghrib, lagi sujud di rakaat terakhir.
Mereka mengeja Syakal ejaan ala Jayakarta: Fathah = dase (di atas), kasrah = dibawa (bawah, Red), dhummah = dapen (depan, Red.), tasydid = sad (saddi), sedangkan sukun tidak ada istilahnya. Ejaan untuk tanwin, yakni: Fathatain = dua di atas, kasratain = dua dibawa, sedangkan dhumatain = dua di dapen.
Contoh mengeja huruf alif bertanwin : Alif dua di atas /an/, alif dua dibawa /in/, alif dua di dapen /un/ = /an/, /in/, dan /un/.
Contoh mengeja :
بسم الله الرحمن الرحيم
Ba' sin bawa /bis/, mim alif lam lam, saddi bawa /mil/, lam alif dase /laa/, ha' bawa /hi/ = /bismillaahi/, alif lam ro' saddi dase /ar/ ro' cha' dase /roch/, mim alif dase /maa/, nun bawa /ni/, /ar-rochmaani/. Alif lam ro saddi dase /ar/, ro' dase /ro/, cha' ya' bawa /chii/, mim bawa /mi/ = /ar-rochiimi/.
dan untuk mengeja dhumah yang ada pada الحمد adalah sbb: alif lam dase /al/, cha' mim dase /cham/, dal dapen /du/ = /al-chamdu/.
--------------------------------
Penulis:
Ro'is Syuriyah MWC NU Cipayung, Jakarta Timur.
KOMENTAR