Foto: Ilustrasi RamahNUsantara, Yogyakarta - Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Isla...
RamahNUsantara, Yogyakarta - Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi.
Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika
kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan.
Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera
bagian selatan, menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.
Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh
kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda.
Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut wilayah, artinya
tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita
ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah
satu kesatuan: NKRI Harga Mati.
Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan
nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in
wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di
dunia dalam kekuasaan ada sesuatu yaitu pertanggungjawaban.
Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggung jawabkan
disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan
ra’iyyah atau rakyat. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam.
Nah, sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para
ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa
baatinan, akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang
menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul
Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang
tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama.
Meski, nama ini tidak gagah. KH Ahmad Dahlan menamai
organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi
organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir
Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di
desa juga ada yang hutang rokok.
Baca Sebelumnya >> Sultan Trenggono Tidak Sabaran: Menerapkan Islam Dengan Hukum, Tidak Dengan Budaya
Baca Selanjutnya >> NU Membawa Islam Model Kanjeng Nabi
KOMENTAR