Foto: Ilustrasi Istimewa RamahNUsantara, Yogyakarta - Maka menurut NU ada ngapati, mitoni, karena itu turunnya nyawa. Setel...
RamahNUsantara, Yogyakarta - Maka menurut NU ada ngapati, mitoni,
karena itu turunnya nyawa. Setelah Maskumambang, manusia
mengalami tembang Mijil. Bakal Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau
lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing
satu.
Setelah Mijil, tembangnya Kinanti. Anak-anak kecil itu,
bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ,
ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main
layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja
kailnya.
Anak Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali
dengan agama, akhlak. Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal
menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai ndablek, bandel.
Apalagi, setelah Sinom, tembangnya asmorodono , mulai
jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati. Setelah itu
manusia disusul tembang Gambuh , laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah
tangga, rabi, menikah.
Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula. Merasakan
manis dan pahitnya kehidupan. Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Sunan Ampel,
manusia mengalami tembang Dhurma.
Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon
mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa
untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu
mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?
Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah
yang bermanfaat untuk manusia lainnya. Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak
darma bakti, kesusul tembang Pangkur.
Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah
copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk
masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.
Baca Sebelumnya >> Setelah Sembilan Bulan, Ruh Itu Keluar Dengan Bungkusnya
Baca Selanjutnya >> Hindu Reinkarnasi, Kalau Islam Pucung
KOMENTAR