Foto: Ilustrasi RamahNUsantara, Yogyakarta - Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad....
RamahNUsantara, Yogyakarta - Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan
bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuanya: kalau
orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya
mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan
cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.
Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca
perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia,
ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas
menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan
hafadzah.
Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer. Ini
metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur
tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri
cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di
masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta.
Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca
aji-aji Jaran Goyang, ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa,
kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil
‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji
Bondowoso, kemudian bisa perkasa.
Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan
membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan
kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.
Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau
tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama
tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama
terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar.
Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan
senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering
yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur
dengan nar.
Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang
awalan, Maskumambang: kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut ngapati,
mitoni , ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi.
Baca Sebelumnya >> Prinsip Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rajiun
Baca Selanjutnya >> Menurut NU Ada Ngapati, Mitoni
KOMENTAR