Foto: Ilustrasi RamahNUsantara, Yogyakarta - Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun ...
RamahNUsantara, Yogyakarta - Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna
lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya?
Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun
kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi.
Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang
Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan:
mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah
hafal dengan tembang.
Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi,
tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo . Lihat lintang, nyanyi: yen ing
tawang ono lintang, cah ayu. Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nyucuki sabun
wangi. Lihat enthok: menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa
suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja
nyanyi: … ndemok silit, gudighen.
Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu
ditembangkan. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang
bernama Macapat . Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca
perkara Empat.
Keempat perkara itu adalah teman nyawa yang berada dalam
raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia.
Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya
keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan.
Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma).
Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian
dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat
bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia.
Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun
ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku
Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab
sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging
itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat,
a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )
Baca Sebelumnya >> Mengislamkan Majapahit Itu Tidak Mudah
Baca Selanjutnya >> Setelah Sembilan Bulan, Ruh Itu Keluar Dengan Bungkusnya
KOMENTAR